Minggu, 29 Mei 2011

Pernikahan

Tahun Rawan
Pernikahan

Pasang surut daam pernikahan itu biasa. Agar tidak sampai pada keputusan bercerai, perhatikan langkah-langkah berikut.

Saat akan memasuki dunia pernikahan, banyak pasangan yang lebih fokus mengurusi stamina fisik, secara pertunangan, resepsi pernikahan, tempat tinggal, dll. Mereka melupakan sesuatu yang sebenarnya lebih penting, yaitu kesiapan mental.

Menurut Lucia Indra kusuma, konselor pernikahan dari Eagle Eye, kesiapan mental sangat ideal untuk engurangi resiko kegagalan dan mengurangi gesekan-gesekan dalam pernikahan.
Tahapan-tahapan yang biasa dilewati pasangan menikah:


ROMANTIK LOVE (0-4 tahun)
Menurut lucia , tahun rawan pernikahan dimulai dari tahun ke-4. Persoalan lebih dititikberatkan pada masalah kepribadian yang tidak muncul disaat pacaran. “Saat masih pacaran, keduanya masih berada di tahap romantic love, semuanya masih serba romantis. Ilustrasi, bayangan dan konsep pasangan tentang pernikahan masih berkutat di keindahan relasi saja, yang sebenarnya tidak sesuai dengan realita kehidupan pernikahan itu.”

Saat masuk dalam pernikahan, keduanya mulai menunjukkan karakter yang sebenarnya. Pasangan mulai kaget dan menyadari kalau kebiasaan pasangan tidak sesuai dengan ekspetasinya. Misalnya saja, istri jengkel karena suaminya selalu menekan pasta gigi dari tengah, bukan dari ujung seperti kebiasaannya. Atau, suami mulai kesal dengan kebiasaan istri yang selalu mandi dengan kondisi becek di kamar mandi kering mereka.

Masalahnya memang kecil, tapi jika bertubi-tubi dan tertimbun itu bisa memicu konflik diantara keduanya. Jika dimasa empat tahun ini pasangan bisa melalui semua masalah, diperkirakan pernikahan mereka akan bisa stabil kedepannya. Namun jika sebaliknya, ketika mereka tidak bisa melaluinya dengan adaptasi yang baik, rumah tangga mereka akan bermasalah terus seumur pernikahan itu sendiri.


REALISTIC LOVE (4-8 tahun)
Di tahap ini, kedua pasangan mulai belajar lagi untuk menerima karakter pasangan mereka yang sesungguhnya, sadar akan perbedaan yang tak mereka perhatikan sebelumnya, memperdalam kemampuan komunikasi, belajar memahami dan menungkapkan keinginan, kebutuhan dan perasaan, mengembangkan strategi untuk berurusan satu sama lain, serta saling memberi dan menerima. Sudah ada negosiasi dan akomodasi.


STRUGGLE LOVE (8-13 tahun)
Masuk dalam tahap dimana pasangan merasakan kebosanan dalam rumah tangga, karena ternyata usaha yang mereka lakukan di tahap sebelumnya tidak terlalu memenuhi harapan masing-masing.

Secara tak sengaja, mereka berusaha saling mengecewakan dan menyakiti karena perbedaan diantara mereka semakin jelas. Yang terjadi adalah sama-sama berusaha mengatur strategi untuk dapat mengendalikan suasana realistic love dalam rumah tangga, berusaha agar rumah tangga tidak hancur, dan banyak berkorban untuk pasangannya. Disisi lain, mereka kerap saling menilai satu sama lain, mengkritik, membela diri sebagai yang paling benar, dan mereka juga mulai membuat kubu (otonomi) yaitu kubu kanan-kiri, baik-buruk, atau salah-benar.


DISCOVERY LOVE
Usia kedua pasangan sudah tidak muda lagi. Anak-anakpun sudah semakin besar dan dewasa. Kondisi ini membuat pasangan mulai mengonstruksi ulang tujuan mereka menikah, juga mulai melepaskan kemarahan dan rasa sakit hati. Mereka mulai menciptakan ikatan koneksi yang baru dengan kembali memperdalam komunikasi, kejujuran, dan mengembalikan kepercayaan pasangannya.

Dari semua masalah yang sudah dilalui, mereka belajar mengenal kekuatan dan kerentanan pasangan, mengidentifikasi dan berbicara tentang ketakutan mereka. Tidak ada lagi saling menghakimi atau menyalahkan, dan mereka menerjemahkan keluhan mereka kedalam permintaan untuk perubahan. Ada keteguhan dalam hati mereka untuk menjadikan pasangan sebagai teman hingga akhir hayat. Konflik menjadi hal 'percuma' untuk dilakukan.

Mereka juga malihat pasangannya dengan cara yang baru dan menemukan keseimbangan baru dari keterpisahan, kebersamaan, kemandirian, dan keintiman. Pikiran mereka menjadi lebih luas dan inklisif.

Dari tahapan diatas, kita menjadi tahu bahwa pernikahan merupakan proses yang kontinu, sama seperti ketika manusia mencari Tuhan, tidak pernah sampai. Berhasil atau tidaknya pernikahan itu, tergantung dari pasangan itu sendiri, mau atau tidak mereka belajar atau punya komitmen untuk mensukseskan pernikahan itu atau enggak? Kalau tidak ada komitmen pasti susah. Konfliknya tidak akan selesai dan akan terus membuat relasi pernikahan antar pasangan terganjal. Yang pasti konflik itu bagus dalam pernikahan karena konflik memaksa pasangan untuk bertumbuh (ke arah yang baik) satu sama lain.”


LANGGENG SELALU
  • Jangan mudah mengatakan 'cerai' pada saat bertengkar dengan suami/istri anda.
  • Saat berpacaran, cinta yang dirasakan sangat kuat, ketika menikah ubahlah cinta menjadi rasa hormat pada pasangan. Pasalnya, cinta tidak menjamin pernikahan bisa bertahan, tapi rasa hormatlah yang menjamin. Contohnya, ketika penghasilan istri lebih besar, tetaplah menghormati suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga. Suami juga tidak boleh menghalangi kemajuan istrinya selama masih berada dalam koridor yang benar.
  • Rendah hati dan tidak saling melecehkan bisa dilakukan dengan cara memperhatikan sikap tubuh dan cara bicara. Misalnya, jika suami hobi membaca sedangkan istrinya lebih gemar menonton, suami jangan serta merta menganggap hobi istri tidak berguna.
  • Jangan ragu secepatnya mendatangi konselor pernikahan ketika pasangan sudah tidak bisa lagi menyelesaikan konflik yang ada di dalam rumah tangga mereka. Banyak orang datang ke konselor pada saat kondisi rumah tangganya sudah parah sekali. Ibaratnya sudah masuk stadium akhir. Padahal jika mereka datang saat masalah baru distadium 1 atau 2, peluang untuk sembuhnya (memperbaiki) lebih besar.
  • Kedekatan dengan Tuhan sangat membantu pasangan dalam menyelesaikan masalah.

    God Bless 


      




Tidak ada komentar:

Posting Komentar