Kamis, 27 Januari 2011

Artikel Wanita

                    Wanita, Penolong yang
                Mengembangkan Diri
                                       (Fanny Lesmana) 

          Wanita diciptakan Tuhan untuk menjadi penolong, dengan pola pikir demikian, maka ada anggapan yang menyatakan bahwa wanita tidak akan pernah mungkin untuk menjadi pemimpin. Saya tidak berusaha untuk membantah bila ada yang berkeyakinan seperti ini. Namun, bila ada yang berkeyakinan bahwa perempuan sebagai penolong tidak perlu mengembangkan dirinya, saya kurang sependapat.


          Saya justru memiliki anggapan bila sorang penolong tidak mengembangkan dirinya, maka ia tak akan mudah menjadi penolong. Yang sering terjadi, wanita malah menjadi penodong atau perongrong. Saya tidak mengatakan setiap wanita harus bekerja dan menghasilkan uang - entah itu dipergunakan untuk kebutuhan pribadi maupun kebutuhan keluarga. Yang saya sebutkan adalah mengembangkan diri. Dengan mengembangkan diri (Dalam banyak hal), para wanita dapat menjadi penolong yang maksimal baik bagi suami, anak-anak maupun keluarga. Toh, kita melihat tak sedikit wanita yang terpuruk dalam sebuah lingkaran dan membuat dirinya berada dalam lingkaran itu sehingga ia tidak dapat berkembang.


          Saya percaya, ketika Tuhan menciptakan manusia, Pria dan Wanita, Tuhan sangat menginginkan kita semua untuk mengembangkan diri. Perumpamaan tentang talenta dalam Matius 25:14-30 menjelaskan betapa pentingnya sebuah pengembangan diri. Dalam perumpaaan tersebut, Tuhan tidak menyebutkan hambanya itu pria atau wanita. Karena perumpamaan itu tidak menunjuk pada gender tertentu, maka apa yang disampaikan Tuhan dalam perumpamaan itu diperuntukkan bagi pria dan wanita tanpa kecuali.


          Ayat 29 yang mengatakan: Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari dia". Tentu saja ini bukan ancaman yang digunakan untuk menakut-nakuti anak kecil. Tuhan menginginkan kita mengembangkan talenta yang telah diberikan Tuhan pada kita. Sebagai catatan, kepada setiap pribadi, Tuhan sudah pasti memberikan setidaknya sebuah talenta. Dan, Tuhan ingin talenta itu - seberapa banyak talenta yang diberikan-Nya pada kita - dikembangkan. Bukan dikubur dan menyembunyikan talenta itu.


          Kita telah sampai pada satu kesimpulan bahwa mengembangkan diri adalah hal yang diinginkan Tuhan dalam hidup kita. Masalahnya, kita acapkali belum tahu tepatnya, belum yakin - sebenarnya talenta apakah yang sudah diberikan Tuhan pada kita. Sepertinya, kita tidak bisa berbuat apa-apa, deh. Oh ya, mungkin kita sudah terlalu sering dibanding-bandingkan dengan orang lain dan akhirnya timbul satu pemikiran bahwa diri kita tidak berharga karena tidak atau belum melakukan sesuatu yang sudah dilakukan oleh orang lain. Hmmm...berhenti dengan pemikiran itu. Setiap kita adalah pribadi yang unik. Kita adalah pribadi yang istimewa. Kita memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Karena itu, kita memang perlu berbeda dengan wanita yang lain. Ketika kita dibandingkan dengan orang lain pun, memang kita tidak akan pernah bisa sama dengan wanita itu. Bukankah kita adalah pribadi yang berbeda dan memiliki keunikan tersendiri? Banyak Hamba Tuhan wanita yang memiliki karunia berkhotbah luar biasa. Ibu Agnes Maria, misalnya, tapi kita juga bisa mengembangkan diri, bukan seperti ibu Agnes Maria, melainkan menjadi diri kita sendiri. Tidak harus berkhotbah. Mungkin kita bisa menyanyi atau berdoa untuk mendukung pelayanan ibu Agnes dan banyak pengkhotbah lainnya.


          Temukan sesuatu yang unik dari diri kita, itulah talenta dari Tuhan. Walaupun mungkin hanya satu, bukan masalah, tak perlu bandingkan diri dengan orang lain lagi, mengapa dia mendapat lebih banyak talenta daripada aku? membandingkan diri hanya akan membuat kita terpuruk. Kita sulit mengembangkan diri bukan karena kita tidak mampu berkembang melainkan karena kita sibuk membandingkan diri dengan orang lain. Ibu Indayati Oetomo adalah seorang pengajar yang menarik. Tak perlu membandingkan diri dengan Ibu Indayati. Jika Tuhan memanggil kita sebagai pengajar, Tuhan ingin kita mengembangkan diri menjadi pengajar yang istimewa. Tak perlu meniru gaya Ibu Indayati, jadilah diri sendiri, mengajarlah dengan gaya kita sendiri.


             


Makasih,,,,,God Bless,,,,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar